Monday, March 16, 2015

Sekolah Impianku

Gue terbangun di suatu subuh dari tidur kemudian mengucek2 mata tak lupa membaca do'a bangun tidur. Pagi yang cerah waktu itu di awal tahun 2015, gue ditugasi mengunjungi sebuah institusi pendidikan bernama "Sekolah Impianku" untuk sekedar mengamati sistem pendidikan disana seperti apa.

***
Sekolah itu terletak di tengah2 kota. Lumayan sederhana dibandingkan dengan sekolah negeri atau kejuruan pada umumnya. Sekolah itu bisa ditempuh dengan berjalan kaki oleh sebagian siswanya, ada juga yang naik sepeda bahkan naik angkutan umum.

Sebelum memasuki pintu gerbang sekolah, terlihat spanduk tahan air, angin dan badai bertuliskan : "SELAMAT DATANG DI SEKOLAH KAMI" tepat berada di atas pintu gerbang.

Kaki ini mulai melangkah pelan memasuki sekolah disambut oleh satpam dengan ramah sambil melempar senyum si satpam bertanya "Ada yang bisa saya bantu?". Nice. Setelah mengutarakan maksud dan tujuan untuk bertemu kepala sekolah, gue dipersilahkan untuk menunggu di salah satu tempat duduk di koridor depan kelas.

Melewati pintu kedua, terdapat papan bertulis "SELAMAT DATANG DI AREA BEBAS ROKOK, DI AREA SOPAN DAN SANTUN". Jika berjalan didalamnya luas sekolah bisa ditebak berukuran sekitar 21x26 meter. Cukup menampung enam kelas. Punya ruang kepala sekolah, ruang guru, perpustakaan, ruang tata usaha, wc dan kantin sama seperti sekolah2 lainnya. Bedanya cuma di ukuran. Semua ruangan terlihat lebih kecil dari yang seharusnya terlihat. Hanya tersisa 3 kelas yang benar2 sesuai dengan ukuran kelas pada umumnya yaitu 7x7 meter. Tiga kelas lainnya hanya dibatasi oleh sekat triples apa adanya. Dimana suara akan tetap terdengar ke ruangan yang ada di sebelahnya.

Salah satu kelas dibatasi dengan ruang tata usaha, meski begitu mereka tetap merasa nyaman. Siswa2nya cukup bisa mengerti keadaan sekolah dimana mereka mencari ilmu tiap pagi. Mereka tidak merasa risih sedikit pun. Mereka tidak merasa malu bersekolah disana. Disebelah ruang tata usaha terdapat ruang kepala sekolah dengan 1 wc dan sekitar 4 sofa untuk menerima tamu.

Tepat di sebelah kiri dari ruang kepala sekolah terdapat perpustakaan yang besarnya lumayan sama dengan besar ruangan kepala sekolah. Di depan perpustakaan ada sepetak kecil kantin kira2 berukuran 2x2 meter. Kantinnya diberi nama "Kantin Sehat". Ada slogan yang cukup menarik di kantin bunyinya kurang lebih seperti ini "Makan sepuasnya. Bayar seikhlasnya". Pemandangan langka yang jarang ditemukan dimana pun kecuali di Vienna. Kantin ini dipelopori oleh pihak yayasan dari sekolah itu. 

Tepat dekat kantin itu terdapat dua kelas yang saling berdampingan. Kedua kelas itu hanya dibatasi oleh triples yang tidak begitu kuat sebagai pengganti tembok.

***
Sekolah ini hanya membina sedikit siswa. Tiap kelas hanya dihuni oleh 20 orang, tidak pernah lebih dari itu. Sambil menunggu kepala sekolah yang sedang menerima tamu gue sesekali memperhatikan bunga2 dan beberapa pepohonan yang sesekali ditiup angin yang membuat suasana semakin adem dan nyaman duduk di pelataran kelas.

Saat jam istirahat tiba, para siswa terlihat begitu antusias. Ada yang menyerbu kantin ada yang bermain basket, ada yang hanya sekedar menonton teman2nya bermain. Pemandangan yang jarang sekali ditemukan ketika para siswa itu menuju kantin, bukannya berebutan ingin dilayani tapi mereka berbaris rapi menunggu giliran. Tidak ada siswa yang memegang rokok bahkan menghisapnya di area sekolah. Begitu juga dengan guru2 atau kepala sekolahnya. Tidak ada aktivitas pacaran seperti yang biasa terlihat di sinetron2. Tidak ada kata2 kotor terdengar dari mulut siswa2nya. Hanya ada 3 kata yang paling sering gue dengar waktu itu : minta tolong, maaf, dan terimakasih. Mengagumkan.

Saat menikmati udara sekolah yang menyegarkan itu mungkin ada sekitar 2 guru dan satu staf datang di waktu berbeda dan menghampiri gue dengan pertanyaan yang sama "Ada yang bisa saya bantu?". Seolah mereka ingin menegaskan bahwa di sekolah itu tidak ada tamu yang tidak dilayani dengan baik. Belum habis kesan yang gue rasa, pandangan gue seketika teralihkan ketika melihat ada siswa yang meninggalkan hefonnya di kursi koridor depan kelas lalu dia lupa mengambilnya. Belum juga bel masuk kelas, para siswa mulai masuk di kelasnya masing2 diikuti oleh gurunya masing2. Lima menit setelah itu terlihatlah lapangan dan pelataran menjadi kembali kosong melompong. Bel pun berbunyi dan henfon itu masih disana.

Sungguh pemandangan yang sangat unik. Seunik sistem dan kurikulum yang dipakai oleh sekolahnya. Sepuluh menit berlalu gue menduga akan ada satu atau dua orang yang akan mengamankan henfon itu lalu mengambilnya. Ya, bukankah negara Indonesia memang seperti itu, gue bergumam dalam hati. Tapi dugaan gue salah henfon yang tadi tidak berpindah sedikit pun dari tempat semula sampai giliran gue bertemu kepala sekolah. Selama perbincangan itu tidak pernah sekalipun ada guru atau staf yang datang sekedar mendongakkan kepalanya lewat pintu lalu pergi atau tiba2 masuk tanpa mengetuk pintu lalu masuk minta tanda tangan dan pergi begitu saja.

Di sekolah ini setiap anak di masing2 tingkatannya berhak memilih 8 mata pelajaran setiap semesternya dari 12 mata pelajaran yang disiapkan. Lima mata pelajaran diantaranya adalah mata pelajaran wajib seperti ilmu hitung, pengetahuan alam dan bahasa. Tiga lainnya adalah pelajaran pengembangan bakat anak terdiri dari kelas chef, gambar bangunan dan kelas olahraga. Sebelum memutuskan benar2 meninggalkan sekolah itu, gue balik lagi di koridor tempat duduk sebelumnya. Mengejutkan. Henfon itu masih disana. Tidak lama kemudian jam belajar pun berakhir. Siswa yang tadi gue liat meninggalkan henfonnya pun datang dengan santai mengambil henfonnya lalu pulang dengan teman2nya yang lain.

Entahlah sistem dan kurikulum apa yang dipakai tapi sekolah ini benar2 membentuk siswanya bukan sekedar menjadi makhluk "knowing" tapi juga makhluk "being". Seolah sistem dan kurikulumnya dibuat sebegitu kreatifnya sampai2 semua terlihat begitu beretika yang benar2 memanusiakan manusia. Sekolah yang mungkin hanya bisa didapati di negara Finlandia. Sekolah yang mementingkan standar etika dan moral sebagai pondasi membentuk bangsa yang kuat dan cerdas.

***
Sesampainya di rumah gue menceritakan kejadian ini ke nyokap bokap dan buktinya bukan cuma gue yang terkesima tapi mereka pun demikian. Harapan gue dan mereka sama.

Sampai akhirnya gue disuruh bokap untuk ngajarin Nada matematika tentang pecahan dan perbandingan. Saat mengerjakan soal yang mudah itu, gue malah gak konsentrasi. Diantara 5 nomor, satu pun tidak ada yang selesai selama seperempat jam.

Mungkin karena gue kurang minum aqua atau apa. Entahlah.

Sambil ngerjain soal, yang membuat gue keringat dingin itu nyokap pun memanggil...

"Cikkk Acikkk... Bangunko nak, ndak ke sekolahko Ujian sekolahmi anak2. Bangunko !!!"

Ternyata gue cuma mimpi. Iya, mimpi dari orang kecil yang sudah muak dengan sistem pendidikan yang ada di negerinya sendiri.

No comments:

Post a Comment