Thursday, August 20, 2015

Imperfectly Perfect

Semenjak keluar dari kampus gue benar2 mengalami yang namanya perubahan. Gue ingin semuanya itu terlihat sempurna aja. Kerjaan apa pun itu, gue maunya tuh sempurna. Sem-pur-na. Waktu di kampus gue mah kadang gak pedulian sama yang terjadi di sekitar gue, orang mau salto depan kampus kek, orang mau berantem kek, gue mah bodo amat, tapi semenjak ngurusin sekolah gue mule ngerasa tertantang sama situasi dan atmosfere di sekolah yang maaf "agak nyimpang" dengan keinginan gue yang benar2 ingin menghidupkan sekolah itu lagi. 

Sebelon idul fitri kemaren gue ngotot semua harus diubah sesuai mau gue. Sampe beberapa kali gue dan kepsek di sekolah beradu argumentasi. Keterlaluan? Iya sih. Tapi demi perubahan, gue harus tereak bahwa kebenaran adalah benar dan yang salah adalah salah. 

Gue tetap bertahan dengan keegoisan gue yang selalu nuntut ke semua relasi gue untuk kerja dengan perfect. Mule dari kritikan yang gue lempar ke kepsek, guru2, wali kelas, guru piket sampai ke osis. Tapi dari sikap gue yang keras itu, pandangan orang2 di sekolah malah menjadi aneh. Mirip2lah sama filmnya the faculty. Hanya gue yang dicap sebagai orang aneh yang tiba2 baru masuk langsung kritik kanan kiri. Padahal bisa jadi kalo hanya gue yang tidak terkontaminasi sama pikiran buruk mereka.

Pertanyaannya kemudian adalah kok bisa gue sampe segreget itu mo bikin perubahan? Sampe2 si Isna kemaren cerita sama Amel kalo semua profesi di sekolah rasanya ingin gue kuasai. Jawabannya simpel karena gue gak melihat track record ke arah yang lebih baik dan tentunya tidak ada yang bisa sejalan dengan apa yang gue inginkan. 

Dalam kondisi seperti ini jujur kadang gue juga dilema. Di satu sisi nyokap bokap berusaha meredam emosi gue yang kadang meledak2 aja kek pop corn, tapi di sisi lain kalo gak kek gitu pihak2 yang gue anggap sebagai dalang menurunnya nama baik sekolah akan menganggap hal ini lumrah2 saja. 

Gue kasian sama bokap nyokap kalo sekolahnya gak diurus sebagaimana harapan mereka. Itu artinya gue balik ke sekolahan benar2 gak main2. Gue serius. Gue ingin bikin gebrakan yang mungkin bisa diingat sama orang banyak. Justru itu kemarin gue ngusulin game race di acara perlombaan anak2 di sekolahan. Gamenya itu harusnya berurut gak dipisah2, tapi kenyataannya berbeda sama yang gue harapin. 

Pecahnya tuh pas si Dandi yang notabene adalah anggota osis sma gue ngomong dan gue dengar pake telinga gue sendiri waktu anak2 lain tanding lompat tali. Kalo game lompat talinya itu "ongol2". Detik itu, gue terus ingat kata2nya dia. Gue cuma bisa bilang dalam hati, Lompat Talinya yang ongol2 atau yang ngomong itu yang emang gak kreatif cari game. Maaf gue belum bisa menempatkan diri gue sama dengan siapa yang gue hadapi.

Gue ngerti tugas guru tidak hanya transfer ilmu, tapi mereka juga adalah pendidik. Ya, mungkin karena gue terlalu terbiasa dituntut untuk sempurna di kampus jadi kebawa sampe sekarang. Ya seolah bertaruh pada diri sendiri, bahwa yang menentukan banyak tidaknya yang suka sama sekolah itu tergantung siapa2 yang ada di dalamnya. Kalo gurunya baik maka yang senang juga banyak. Begitu juga sebaliknya. 

Jadi kalo gue lebih mementingkan emosi gue pada sesuatu yang menurut orang lain gak pantas untuk dibesar2in ya balik lagi niat awalnya.

Ada dua pilihan, gue kritik dia di depan teman2 osisnya ataukah gue nelan ludah aja seolah ingin ngasih penegasan pada diri sendiri kalo gue emang harus lebih sabar lagi menghadapi mereka. Jika ada dua pilihan, berarti akan ada juga kemungkinan dua konsekuensi yang berbeda. Pertama, mungkin gak ada lagi siswa mo masuk di sekolah. Kedua, dia bisa berubah jadi lebih baik. Walaupun jarang ada anak2 yang mau berubah setelah dikritik di depan teman2nya. Even if, mereka membenci gue dari belakang.

Sekali lagi gue bukan orang yang bisa dengan mudah berubah begitu aja. Gue butuh proses. 

***
Eniwei, dampak nginap gratis di hotel amaris semalam bareng nyokap bakal gue posting beberapa hari ke depan yak. Dampaknya terlalu besar untuk menghentikan gue makan :)

I'll see you soon...

No comments:

Post a Comment