Monday, March 31, 2014

Deepest Condolences...

Gue yakin semua orang memiliki fobia. Ada yang fobia pada ketinggian, fobia pada kegelapan bahkan ada yang fobia pada keramaian. Including me. Gue punya ketakutan2 sendiri. Salah satunya gue fobia pada "perpisahan" baik sifatnya sementara atau sifatnya kekal.

Gue kadang mikir mending gue meninggalkan daripada gue yang harus kehilangan orang2 yang gue sayang. Semua berawal ketika kak anti di kantor seminggu yang lalu bilang "cik meninggalki mamaknya mbak Yanti". Gue mangap, gak tau harus ngapain. Kantor tiba2 langsung sepi pagi itu. Sampe akhirnya kemarin sore adek gue si Isna bilang kalo salah satu guru olahraga waktu gue SMA sabtu kemarin kecelakaan sewaktu perjalanan ke sekolah and he died.


***

Out off the topic,
Beberapa bulan yang lalu mbak Sinta pamit pindah kosan karena tempat kerjanya di roling. Pagi ini mas Tyo pamit pulang ke malang. Kata nyokap sih sekarang dia sdh berhenti bekerja dan balik ke sana buat lanjutin kuliahnya. Good strike, gue pikir. Lanjutin kuliah untuk dapetin kerjaan yang jauh lebih baik atau kembali ke kampung halaman berkumpul bersama orangtua dan keluarga. Intinya "berkumpul".

Gue jadi inget sekitar setahun setelah gue wisuda. Gue mutusin untuk mengadakan acara reunian bareng temen2 kuliah gue. Tapi usaha itu gagal. Semua temen2 gue sibuk dengan kerjaannya masing2. Kita berpencar hampir ke seluruh pelosok negeri ini. Belum lagi temen gue udah ada yang nikah dan beranak. Frekuensi untuk ketemuan kemungkinan besar menjadi sangat susah.


Kita cuman bisa mengandalkan henfon untuk sms walo sekedar nanya "KABAR LO GIMANA SOB?" tapi kadang itupun gak sempat. Kita semua sibuk. Apalagi gue. Semenjak diterima di fakultas 26 Oktober tahun 2011, Kesibukan gue menjadi gila-gilaan. Gue masuk pagi pulang paling banter mo maghrib. Jangankan nelfon, sms aja gue kesulitan.


Gue terlalu sibuk membalas sms dari mahasiswa yang nanya jadwal ujiannya kapan, ijazahnya uda selesai apa belum, gue harus menghubungi dosen yang mo ngasih ujian. Belum lagi gue hampir ditonjok sama bokap salah satu mahasiswa yang ijazahnya belum kelar2. Makan siang pun kadang gue masih melayani pengetikan surat. Kerjaan yang gak bisa ngasih gue toleransi. Kejar deadline ya kejar deadline. Sesuatu yang gue sendiri merasa "kerjaan ini mule gak sehat".


Semenjak nonton messake bangsaku di Kompas tv minggu lalu, gue mikir semua akan baik2 saja. Semua akan berjalan normal seperti biasa. Gue akan tetap bangun pagi, makan dan berak seperti layaknya manusia. Sampe akhirnya per tanggal 27 Maret 2014 tepatnya 4 hari yang lalu gue kedatangan Santi sama kak Resti di kantor. Mereka yang paling dulu ngasih tau ke gue tentang kabar itu. It was like hurricane. Kabar itu menampar gue di siang bolong. Ketika gue masih disibukkan dengan penulisan slip2 yang numpuk beberapa hari.


I have to tell you this. Teman baik gue meninggal bulan September tahun lalu. Teman sejak kuliah tahun 2005 sampe sekarang. Salah satu teman terbaik yang pernah gue punya selama kuliah.


Seketika itu gue terdiam, natap henfon. Agak lama. Seketika itu gue mikir panjang ke belakang.


Teringat semua kenangan antara gue dengan dia. Pertama kali gue kenalan di kelas sampe semua berlanjut dengan kuliah bareng, kerja tugas, ikut pbl, mencari rumahnya Ugi' sampe nyasar kemana2, ikut kursus unit cost di perintis, magang di rumah sakit faisal dan makan sembunyi2 di kantin, beli pizza hut, kerja laporan dan tugas bareng, makan lalapan di pettarani dekat tempat magang sampe cerita film "jomblo" dan "olivia" sampe kita ngakak pukul2 meja. Kapan dia terakhir nelfon dan sms gue. Semua muncul lagi di kepala gue tiba2. Satu2nya temen yang selalu dengerin gue cerita tentang bagaimana serunya nonton "harry potter","naruto" dan "jimmy newtron". Temen yang dengan sabar nerima kerebelan gue apa adanya. Gue seneng ngajak dia ngobrol, karena kita nyambung dan gue gak pernah nyesal temenan sama dia.


Beberapa panggilan yang ditujukan ke gue seketika itu menyadarkan kalo gue melupakan sesuatu. Sekitar 14.00-an setelah anak2 makan siang. Gue masuk ambil wudhu dan air mata itu jatuh begitu saja. I said, she was die and nobody told me. I never feel this feeling yang sampe sesedih ini ke temen gue. And you know what? kesedihan itu ternyata gak bisa ditutupin dengan senyum ato pengalihan topik cerita untuk tertawa.


Sampe di rumah, gue ceritain kabar ini ke nyokap dan tangisan gue meledak. Ada yang bilang ketika seseorang menangis maka perasaan akan menguasainya sebanyak 99 persen sisanya adalah air mata. Karena henfon gue trouble, gue nyuruh Arni telfon ke gue untuk minta klarifikasinya dan info yang gue dapatkan itu benar. Kesedihan gue bertambah.


Gue mule utak atik seluruh buku diary yang pernah gue tulis tentang dia. Semua sms2nya dan menstalking akun facebooknya. Gue berharap gak ada sms gue yang pernah nyakitin perasaannya dan iya gak ada.


Dia : Selamat hari raya idul fitri mohon maaf lahir batin :)

Gue : Iyo bro, tengkiu sa juga cak mohon maaf lahir dan batin. ke rumahko
Dia : Nanti kalo ke makassar, adami pacarmu? :D :D :D
Gue : ...

Dari sana gue tau sms yang terakhir gue dapet dari dia waktu idul fitri tahun lalu tgl 8 Agustus 2013. Gue sedih karena banyak cerita yang gak sempat gue ceritain ke dia. Kesibukan yang dia bilang bagus di salah satu statusnya membuat gue sadar kalo kesibukan itu ternyata menjadi sesuatu yang relatif.


Karena kesibukan, gue menjadi amnesia. Gue lupa kalo banyak temen2 yang peduli sama kehidupan kita. Banyak dari mereka wonder kabar kita bagaimana. Kematian selalu menjadi sesuatu yang misterius. Dia masih muda. Satu bulan adalah waktu yang singkat untuk nanya "bagaimana kabarmu disana?".


Beberapa sms yang gak akan pernah gue lupa dari dia :


"Olif,aga kareba.gimana bisnisnya pa berjalan lancar? maaf baru balas smsta so baru sa liat soalnya hp ku sa simpan di rumah baruka datang dari desa yang terpencil banget. rencana ke makassar bulan 8. rinduka juga sama kita oh iya waktu hari kamis ini sa ingat sekaliki. salam sama semua keluargamu" ~27 Juni 2009


"Sbb, Olif ke makassarpa baru ke rumahmu ka.so terlanjur uda daftar mobil mo pulkam ke pinrang besok subuh. sa ingat terus janjita, traktir mka oky" ~2 Juli 2010


Awal 2013 gue dapet sms dari 2 kali. Dia cuma nanya kabar sekaligus lowongan kerja yang baru di tempat gue dan satunya lagi dia nanya tentang STR.


Terakhir gue ketemu kalo gak salah pertengahan 2011 waktu gue temenin dia legalisir ijazah di fakultas. Untuk kali pertama dia naek motor, sebelum berpisah di ujung buakana dia bilang :


"Olif, mau tommak kurasa pake jilbab..."


Setiap kali mengingatnya rasa sedih itu selalu berkecamuk di pikiran dan perasaan gue. Iya, gue menyesal. Dia terlalu baik menjadi seorang teman dan sahabat buat gue. Gue selalu bilang andaikan gue sering ngasih kabar ke dia mungkin ceritanya bisa saja jadi lain. Mungkin saat ini gue bisa melihat dia make jilbab. Gue masih bisa jalan bareng makan ayam lalapan di tempat biasa. Gue mungkin masih bisa cerita yang seru2 bareng dia sambil pukul2 meja. Seandainya begini seandainya begitu. Mungkin, mungkin dan mungkin... gue cuma bisa berandai2.


Kematian itu ada tetapi kadang gue sendiri yang deny keberadannya. Topik yang begitu sensitif di setiap pasang telinga yang mendengarnya. Sesuatu yang ketika kita tertawa, dengan mudah kita lupakan begitu saja. Sesuatu yang sering kita anggap hal terakhir dan sepele dalam hidup. Sesuatu yang kita sering anggap sangat jauh dari hidup kita.


Gue uda kehilangan nenek dan kakek gue sejak duduk di sekolah dasar, kuliah sampe terakhir waktu gue masih kerja di fakultas. Sekarang gue kehilangan temen yang satu ini. Entahlah, but the death it really hurt me. Kematian itu datang sekali dan ketika dia datang it hits hard.


Status terakhir yang dia tulis di akun facebooknya :

"Alhamdulillah, tiba dengan selamat. Thanks God" ~1 Agustus 2013

Jika tempat akhir setelah kematian itu ditentukan dari ucapan terakhir yang kita ucapkan atau tulisan terakhir apa yang pernah kita tulis maka gue bisa menarik kesimpulan dari status terakhirnya kalo besar harapan gue tempat yang dimaksud adalah Surga-Nya.

Jauh pikiran gue menerawang. Umur orang, gak ada yang tau. Gue merasa lemah untuk itu semua. Gue selalu bilang kita gak akan pernah tau apa yang akan terjadi pada diri kita sejam kemudian, besok, lusa, minggu depan, bulan depan, beberapa bulan ke depan ato tahun depan. Kita gak pernah tau. Apa kita masih hidup ato sudah dikenang oleh banyak ato sedikit orang. Gue ngayal and when it comes, akankah ada temen yang masih mau do'ain kita di sujud terakhirnya? nobody knows.

Gue gak akan pernah lupain temen gue yang satu ini sampe kapanpun itu. Karena gue juga gak mau menjadi orang yang hanya bisa memberi rasa sesak di dunia ini ketika berbaur dengan yang lain. Gue gak mau punya nama yang sekali disebut orang lain pada kabur abis itu dilupakan begitu saja. Life is so short. Gue ingin selalu melakukan yang terbaik yang gue bisa buat orang2 yang masih ada disekeliling gue. Karena gue yakin setiap tarikan nafas dan semua yang kita miliki hanyalah pinjaman yang sewaktu2 bisa saja diambil oleh pemiliknya.

Gue yakin orang2 yang kita sayang dan telah pergi lebih dulu gak mau liat kita menjadi orang yang lemah yang dikit2 taunya cuma nangis. Mereka ingin kita menjadi tegar agar disana mereka bisa tersenyum melihat kita.


Salah satu twit yang sempet gue baca bilang kek gini, the meaning of life is to give life a meaning. Kita hidup untuk membuat semuanya lebih berarti. Kita hidup agar kita bisa berarti dalam hidup orang yang kita sayang.


Kita melakukan seluruh aktivitas agar semuanya tidak hanya berarti buat diri kita tapi juga buat orang lain. Gue ingin hidup gue berarti...


Berarti buat orang yang gue sayang...


Selamat jalan Ana Gurdiwa,
Selamat jalan sahabat terbaik,
Terimakasih telah menjadi orang yang berarti dalam hidup gue.

No comments:

Post a Comment